POSTPHX – Di pinggiran kota, terhampar sebuah kampung tua yang dikelilingi oleh hamparan perkebunan jeruk yang luas. Kampung Kebon Jeruk, seperti namanya, adalah tempat yang damai pada siang hari, namun ketika malam tiba, suasana berubah menjadi mencekam. Sebuah legenda lama tentang hantu pocong yang menghuni kampung tersebut telah menjadi cerita yang diwariskan turun-temurun.

Kisah ini berawal dari seorang penduduk kampung yang meninggal secara mendadak dan misterius. Karena kematian yang tiba-tiba, prosesi pemakaman dilakukan dengan tergesa-gesa dan desas-desus mengatakan bahwa ada kesalahan dalam pengikatan kain kafan yang melilit tubuh almarhum. Menurut kepercayaan setempat, jika kain kafan tidak diikat dengan benar, roh orang yang meninggal tidak akan dapat beristirahat dengan tenang.

Malam itu, Iqbal, seorang pemuda yang sejak kecil tinggal di Kebon Jeruk, merasakan sesuatu yang tidak biasa. Angin malam berhembus lebih dingin dari biasanya, dan daun-daun jeruk bergoyang seolah-olah sedang berbisik satu sama lain. Iqbal, yang biasanya tidak mempercayai cerita-cerita mistis, mulai merasa gelisah. Ketika jam menunjukkan pukul 12 malam, suara adzan Isya telah lama menghilang, digantikan oleh keheningan yang menyesakkan.

Iqbal yang berada di luar rumahnya mencoba untuk mengabaikan rasa takut yang muncul. Namun, keheningan malam itu segera pecah oleh suara aneh yang datang dari arah pemakaman kampung, suara sesuatu yang terbata-bata, seperti orang yang berjalan tanpa mengangkat kakinya.

Menyadari bahwa suara itu semakin mendekat, Iqbal berbalik untuk melihat sumber suara tersebut. Jantungnya berdegup kencang ketika ia melihat sosok putih terbungkus kain kafan, dengan kepala tertutup, melayang-layang mendekatinya. Pocong! Hantu dalam legenda itu ternyata nyata. Iqbal terpaku di tempat, tubuhnya tidak mampu bergerak, matanya terpaku pada sosok yang kian mendekat.

Dengan mata yang terbelalak, Iqbal dapat melihat bahwa ikatan kain kafan di sekitar sosok itu terurai, dan sepertinya roh yang gentayangan itu mencari bantuan untuk melepaskan ikatan yang membelenggunya. Iqbal, yang telah mendengar cerita-cerita dari neneknya, tahu bahwa ia harus membantu pocong tersebut agar bisa beristirahat dengan tenang.

Mengumpulkan seluruh keberaniannya, Iqbal berbisik dengan suara yang gemetar, “Apa yang bisa saya lakukan untuk membantumu?”

Sosok itu berhenti, dan sejenak, kampung Kebon Jeruk kembali sunyi. Lalu, dengan suara yang hampir tidak terdengar, pocong itu berbisik kembali, “Lepaskan ikatan…”

Tanpa berpikir panjang, Iqbal mengambil langkah yang gemetar menuju pemakaman, diikuti oleh pocong yang melayang di belakangnya. Di sana, di bawah sinar bulan yang redup, Iqbal membaca doa yang ia tahu dari hati, dan dengan tangan yang gemetar, ia menyentuh ikatan pada kain kafan yang tergeletak di atas tanah yang baru digali. Tiba-tiba, angin malam membawa aroma jeruk yang segar, dan sosok pocong itu perlahan menghilang, seolah-olah terbawa oleh aroma jeruk semalam itu.

Iqbal berdiri sendirian di pemakaman, nafasnya masih terengah-engah. Namun, ia merasa lega, seolah-olah beban yang selama ini menghantui kampung Kebon Jeruk telah terangkat. Sejak malam itu, tidak ada lagi cerita tentang teror pocong yang gentayangan. Kampung Kebon Jeruk kembali menjadi tempat yang damai, dan Iqbal? Ia menjadi saksi bahwa legenda dan kenyataan terkadang bertemu di tempat yang paling tidak diharapkan.