postphx.com — Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Fadel Muhammad, menyatakan keberatan terhadap proses penanganan kasus oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang memberikan sanksi teguran tertulis kepada Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) terkait pernyataannya mengenai amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Fadel menilai bahwa proses tersebut dilaksanakan secara tergesa-gesa dan tidak mematuhi prosedur yang seharusnya.
Penyimpangan Prosedur MKD:
Dalam pernyataannya di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Fadel Muhammad mengkritik ketidaksesuaian proses MKD dengan tata tertib yang telah ditetapkan. “Prosedur yang benar seharusnya melibatkan tiga tahapan pemanggilan dengan interval tujuh hari. Namun, dalam kasus ini, prosedur yang diterapkan terlihat dipaksakan dan cacat,” jelas Fadel.
Implikasi bagi Pimpinan MPR:
Fadel juga menyoroti bahwa keputusan MKD berdampak tidak hanya kepada Bambang Soesatyo, tetapi juga kepada seluruh pimpinan MPR. “Sanksi yang diberikan kepada satu pimpinan berarti juga berdampak pada seluruh jajaran pimpinan MPR, mengingat kami semua terlibat dalam proses dan pembuatan keputusan,” tuturnya.
Dugaan Motif Politik:
Fadel mengungkapkan dugaannya bahwa keputusan MKD mungkin dipengaruhi oleh motivasi politik. “Seringkali, keputusan semacam ini memiliki latar belakang politik yang tidak sepenuhnya transparan,” kata Fadel, mengungkapkan kekhawatirannya.
Pernyataan Ketua MKD:
Dalam pengumuman keputusan, Ketua MKD Adang Daradjatun menyatakan bahwa berdasarkan bukti dan keterangan saksi, Bambang Soesatyo terbukti melanggar ketentuan yang ada. “Kami memberikan sanksi ringan berupa teguran tertulis kepada Bambang Soesatyo dan mengingatkan agar beliau tidak mengulangi perilaku serupa serta lebih berhati-hati dalam bersikap,” tutur Adang.
Insiden ini menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap prosedur yang telah ditetapkan dalam tata kelola lembaga legislatif, serta mengindikasikan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan di tingkat nasional.